Hai namaku Tyas,
aku berumur 14 tahun. Aku lahir di Jakarta, salah satu kota metropolitan di
indonesia. Keluargaku tidak berada teman, ayahku kuli bangunan sedangkan ibuku seorang
penjual gorengan keliling. Keterbatasan ekonomi, membuat orang-orang sekitarku mengira
aku adalah anak yang terbelakang dan tidak pintar di sekolah, padahal nilai
rapotku selalu bagus dan sering mendapat juara lho...
Malah, ayah dan ibuku
sering berkata kalau aku adalah anak yang berbakat dalam bidang apapun, tapi sayang
orang lain mengira aku tidak cerdas. Bahkan, banyak dari mereka menjelek-jelakanaku
dan berpikir negatif tentangku, aku hanya diam mendengar ejekan dan olok-olok mereka,
aku hanya terus bertekad untuk menjadi orang sukses, aku akan membuktikan kalau
prasangka buruk mereka salah. Semangat!.
***
Aku sekolah di SMPN
41 jakarta, aku sangat senang, tapi tidak ada yang mau berteman denganku. Mungkin
mereka tidak mau bertemanku yang miskin. Aku tidak menghiraukan itu yang
terpenting aku bisa belajar dan mendapatkan banyak ilmu.
Satu tahun tak terasa.
Saat aku akan masuk
sekolah tiba-tiba guruku memberi selembar amplop padaku seraya berkata dengan
nada berat,
“Tyas maaf hari ini
kamu libur ya sekolahnya” aku bingung, kenapa aku gak boleh sekolah?, padahal teman-teman
lain sudah masuk kelas.
Dengan hati
sedih, aku meninggalkan sekolah. Saat di rumah, aku duduk di kursi dan melihat isi
surat itu. Aku terkejut saat membacanya, ternyata itu surat pengeluaranku dari sekolah
karena tidak membayar SPP selama 4 bulan, aku menagis dan sangat kecewa.
Aku tahu, ayahku
tidak bisa membayar biaya sekolah karena ia sakit saat kecelakaan beberapa hari
lalu, sedangkan ibuku menjadi TKW di Malaysia, aku bingung harus berbuat apa, setelah
sekian lama berpikir dan minta persetujuan ayah, aku mencari pekerjaan agar aku
bisa sekolah lagi.
Alhamdulilah aku
mendapat pekerjaan sebagai penjaga warung tetangga tidak jauh dari rumah,
walaupun tidak seberapa bayarannya, itung-itung lumayan buat ditabung sedikit
demi sedikit.
***
Siang itu,
matahari sangat terik, saat pulang dari warung tempatku bekerja, aku berjalan melewati
sekolahku dahulu. Aku hanya bisa melihatnya dari luar pagar.
“Aku kangen
sekolahku, kangen bangkuku, kangen pelajaran-pelajaran sekolah, kangen susana sekolah,
andai aku bisa sekolah lagi” aku menunduk sedih, sebentar lagi, kalau memang
uang hasil tabunganku cukup, aku pasti sekolah lagi. Tekadku.
Saat perjalanan pulang
aku melihat poster besar yang menempel di salah satu dinding pagar sekolah,
“Hei kamu, iya kamu
ikutilah lomba 3 mata pelajaran akhir bulan nanti, siapapun kamu, rebut hadiahnya
uang 5 juta + beasiswa di sekolah terfaforit di Jakarta ini!!”
Aku senang melihat
poster itu dan aku bertekad dan bersemangat untuk mengikuti lomba. Dengan langkah
sedikit cepat, aku segera kepusat informasi itu untuk mendaftar. Alhamdulillah,
aku diterima, karena lomba itu diadakan oleh pemerintah daerah dan tidak
mempermasalahkan peserta dari sekolah atau tidak.
Hari begitu cepat
berlalu, lomba juga semakin dekat, aku juga semakin giat belajar.
Ketika perlombaan
dimulai, aku segera mengambil posisi untuk mengerjakan. Tidak lupa sebelum
berangkat tadi meminta doa kepada ayah yang masih terbaring lemah dan ibu lewat
sms dari hp meminjam kepada tetangga.
Lomba pun dimulai,
ternyata pesertanya banyak dari siswa yang dari sekolahku dahulu, aku tidak
peduli, yang ada dalam pikiranku adalah menang dan harus menang. Selesai lomba,
para peserta berkumpul di hall menunggu pengumuman dari dewan juri.
Setelah menunggu
satu jam, akhirnya beberapa panitian naik panggung untuk mengumumkan para juara.
Hatiku deg-degan.
“Juara satu
adalah… Tyas Aditia!!” aku tersentak, mataku berair, semua orang bertepuk tangan
saat aku menaiki panggung dan menerima piala. Termasuk guruku dari sekolahku
dahulu berdiri untuk memberikan aplaus. Wow ternyata perjuanganku tidak sia-sia.
Ayah sangat
bangga padaku, begitu juga ibu yang aku kabari atas kemenanganku. Aku tidak menyangka
akhirnya aku dapat sekolah di sekolah terfaforit di Jakarta dan bisa membantu
pengobatan ayah ke rumah sakit.
***
Di sekolah baru
itu, aku selalu mendapat rangking satu dalam kelas dan menjuarai berbagai
lomba, hingga di lemari rumahku terdapat 20 piala, aku sangat senang. Ternyata tidak
sia-sia perjuanganku bersekolah demi mendapatkan ilmu.
Dan orang-orang
di sekitarku terkejut dan tidak menyangka dengan prestasiku, bahkan aku masuk Koran
sebagai siswa berprestasi di Jakarta.
Itulah perjalanan
kisah hidupku, teman, janganlah menghina atau mengolok orang yang kurang mampu,
bisa saja orang yang kita remehkan akan menjadi orang yang sukses melebihi kita.
By: Safa
(Siswi SMP
Techno Insan Kamil Tuban)